Menikah bukanlah hanya tentang walimah.
Menikah itu adalah tentang sebuah akad.
Ijab dan Qobul.
Dua hal inilah yang terpenting.
Namun kadang dinomor sekiankan.
yang dinomorsatukan adalah walimahnya.
Memang, nabi menganjurkan untuk
mengadakan walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.
Dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi sallam melihat bekas za'faran pada 'Abdurrahman bin 'Auf. Lantas Nabi pun bertanya, "Apa ini?" 'Abdurrahman bin 'Auf menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi perempuan dengan mahar berupa sebiji emas." Nabi berkata, "Barakallahu laka (semoga Allah memberkahimu), adakanlah walimah ('ursy) walau hanya dengan seekor kambing." (Muttafaqun 'alaih, dan hadits di atas dalam riwayat Imam Muslim).
Namun sekarang, menurut saya konsepnya sudah berubah,
Dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi sallam melihat bekas za'faran pada 'Abdurrahman bin 'Auf. Lantas Nabi pun bertanya, "Apa ini?" 'Abdurrahman bin 'Auf menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi perempuan dengan mahar berupa sebiji emas." Nabi berkata, "Barakallahu laka (semoga Allah memberkahimu), adakanlah walimah ('ursy) walau hanya dengan seekor kambing." (Muttafaqun 'alaih, dan hadits di atas dalam riwayat Imam Muslim).
Namun sekarang, menurut saya konsepnya sudah berubah,
Saya tidak sedang membicarakan masalah tata caranya, misalnya terkait ikhtilath, percampuran laki-laki dan perempuan.
Saya hanya membicarakan masalah konsep.
Khususnya di kampung saya sendiri bukan di tempat lain.
Di kampung saya walimah biasa disebut dengan istilah "mbarang gawe" atau hajatan.
jadi bisa diartikan sebagai "memiliki hajat/keinginan".
Penyelenggaraannya bukan setelah ijab qobul terjadi, tapi 2/3 hari sebelum itu.
Tetangga/saudara/sanak/kerabat mendatangi si yang punya hajat untuk "kondangan"
Kondangan berasal dari dua kata "kon" dan "dangan".
Ini adalah bahasa jawa, artinya kon=agar dangan=ringan.
jadi maksudnya agar si empunya hajat ringan dalam menyelenggarakan hajatannya.
Entah sejak kapan tradisi ini dimulai.
Kalau dari analisis saya awalnya adalah
Dulu ada orang yg kurang mampu untuk menyelenggarakan walimah.
Dan tetangga berbondong-bondong memberikan bantuan.
Hingga akhirnya hal tersebut menjadi tradisi.
Tak hanya utk org yang kurang mampu.
Tapi berlaku untuk siapa saja yang hajatan.
Entah yang mampu maupun tidak.
Sebenarnya konsepnya bagus sekali.
Memberikan bantuan/sumbangan.
Tapi terkadang dan bahkan sering ketika datang selembar undangan.
yang terucap dari penerima adalah.
"kondangan lagi kondangan lagi...
baru kemarin si ini, sekarang ada lagi... bla bla bla..."
Jadi konsep walimah yang seharusnya adalah berbagi kebahagiaan
berubah, walimah menjadi beban.
Dan ada hal lain yang selalu terjadi dalam sebuah penyelenggaraan hajatan di kampung saya.
Yaitu orang-orang yang membantu masak atau istilahnya "rewang" kalau di kampung saya.
Disitu sangat rentan terjadi "GHIBAH".
Selalu ada konflik disana.
Yang akhirnya bisa menimbulkan perseteruan hingga hajatan telah usai.
Dan satu hal lagi yang sering saya sayangkan, adalah ketika akad nikah.
Khususnya untuk keluarga mempelai wanita.
Bukannya khidmat menyaksikan akad ijab dan qobul
malah sibuk di belakang menyiapkan makanan.
Bukankah apa yang telah diupayakan selama "rewang" intinya adalah untuk satu peristiwa penting itu?
Tapi kenapa justru peristiwa itu berlalu begitu saja?
Jadi bagaimana walimah yang seharusnya?
Saya agak setuju dengan konsep orang-orang kota yang mengadakan syukuran pernikahan atau walimah di sebuah tempat misalnya gedung atau di rumah, tapi dengan menyewa Event organizer. Sehingga seluruh pihak keluarga tidak perlu repot mengurus urusan dapur.
Cukup membayar sekian rupiah, dan semua keluarga bisa merasakan kebahagiaan bersama.
Tak perlu ada rewang dari saudara atau tetangga yang bisa memicu ghibah.
Meskipun pastinya tidak mungkin lantas tidak ada keluarga yang membantu,
tetap ada, tapi bisa diminimalisir.
Namun dari konsep tersebut menurut saya juga masih ada yang kurang,
Seharusnya tak perlu lah ada kotak "amplop",
Jadi walimah itu tak perlu mengharapkan yang namanya sumbangan.
Cukup para tamu undangan hadir dan menikmati hidangan yang disajikan.
Tamu datang tanpa beban "aku bawa apa nih? kado atau amplop aja? Masa ngga bawa apa-apa"
Bukankah itu namanya membebani, bukan berbagi kebahagiaan?
Semoga ke depan konsep walimah kembali ke konsep yang sebenarnya.
Yaitu sebuah acara sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas hajat yang telah terselenggara.
Mengundang sanak famili, keluarga, saudara, untuk turut merasakan kebahagiaan.
Walimah adalah berbagi kebahagiaan, dan ucapan doa dari para tamu undangan agar kedua mempelai menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah,, menghasilkan keturunan yang shaleh dan shalehah.
Itu INTINYA.
Seharusnya BUKAN sumbangan materi yang diharapkan, tapi DOA untuk kedua mempelai.
Bila perlu diundangan ditulis TIDAK DIPERKENANKAN MEMBERIKAN SUMBANGAN DALAM BENTUK APAPUN. Kalaupun ternyata ada yang tetap membawa, itu berarti memang benar-benar ikhlas dan niat untuk memberikan sebagai bentuk ungkapan selamat dan kenangan untuk momen yang spesial bagi mempelai. Ekstrim si,, tapi paradigma memang harus dirubah.
Itu INTINYA.
Seharusnya BUKAN sumbangan materi yang diharapkan, tapi DOA untuk kedua mempelai.
Bila perlu diundangan ditulis TIDAK DIPERKENANKAN MEMBERIKAN SUMBANGAN DALAM BENTUK APAPUN. Kalaupun ternyata ada yang tetap membawa, itu berarti memang benar-benar ikhlas dan niat untuk memberikan sebagai bentuk ungkapan selamat dan kenangan untuk momen yang spesial bagi mempelai. Ekstrim si,, tapi paradigma memang harus dirubah.
Sekian coretan saya,
Orang yang hanya bisa berbicara lewat tulisan.
Jika ada kritik dan saran silakan disampaikan.
Terimakasih, semoga bermanfaat.
Jika ada kritik dan saran silakan disampaikan.
Terimakasih, semoga bermanfaat.
Pwt, 27oktober2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar