Sabtu, 19 September 2015

...

Ada kalanya mencintai menjadi sebuah kesalahan...
meski sebenarnya tak ada yang salah dengan cinta
karena ia adalah sebuah fitrah, 
namun, memang ada masanya ketika mahabbah menjadi masalah
ketika ia tiba di masa yang tak tepat,
masa yang tak seharusnya,

dan kesalahan sang pemilik cinta,
membiarkannya ia terus tumbuh
tanpa ada upaya membuatnya menjadi kerdil

kesalahan sang pemilik cinta,
ianya tak percaya bahwa akan ada satu masa
meskipun ia melewati batasan milenia
cinta akan tersemai dengan indahnya...

benar kata pujangga...
mencintai tak harus memiliki,
mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai.
cinta tak pernah meminta untuk menanti
ia mengambil kesempatan, itulah keberanian,
atau mempersilahkan, ini pengorbanan.

Duhai Sang Pemilik Cinta, tetapkan hati kami pada ketaatan di jalan-Mu
jangan biarkan nafsu memimpin kami,
hingga cinta pada-Mu tak terpatri di hati..
Rabbi, ampuni kami...

Jumat, 18 September 2015

Jika ia karena Allah

Menikah itu, kalau ia karena Allah, seharusnya ia menjadi nafas...
nafas itu terhirup masuk ke dalam rongga dada kita
membawa oksigen dititipkan ke dalam darah lewat alveoli 
untuk apa? untuk memberi daya hidup pada seluruh sel tubuh kita

Begitu pula menikah. Ketika ia menikah karena Allah, seharusnya ia menjadi daya hidup bagi lingkungannya. Menjadi daya hidup untuk orang-orang di sekitarnya.

Hidup itu pilihan, tapi...

Hidup itu pilihan...
Beliau mengawali materi pekan ini dengan kalimat itu...
Fa alhamahaa fujuuroha wa taqwaaha...
Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketaqwaan.
(As syams: 8)

Ada seorang pemuda yang berazam. Tahun depan mau rajin tahajud, mau rajin duha, mau tilawah satu hari satu juz. Begitu terus tiap tahunnya, hingga ia berumur 55 dan datanglah sakaratul maut.
Mau sampai kapan kita cuma berazam atas sebuah kebaikan? Atas satu jalan untuk kembali padaNya? Apakah menunggu hingga raga ini terbujur kaku?

Hidup memang pilihan, kita bebas memilih,, 
Apa yang kita suka lakukan,
tapi ingat, setiap ucapan, setiap tindakan, setiap bersitan hati, semua akan dimintai pertanggungjawabannya.
dan waktu terus berjalan.

Apakah kita mampu menjadi seorang pemenang yang mampu mengalahkan hawa nafsu yang senantiasa cenderung untuk lebih suka pada sesuatu yang melenakan?

Lalu bagaimana cara melawannya? Sementara manusia memang diciptakan disertai nafsu..

1. Hati yang hidup. Semboyan yang diajarkan nenek moyang kita agaknya kurang tepat. 
Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Terbalik. Seyogyanya adalah, di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat.
Ya, Hati yang hidup, akan menyehatkan jasmani. Telah banyak study yang membuktikan bahwa kekuatan fikiran mampu menyembuhkan penyakit.

2. Hati yang sadar.
Kita seringkali berada pada tempat yang penuh dengan kesia-siaan, canda gurau, yang kesemuanya itu melenakan. Tetap dzikrullah, agar hati kita senantiasa sadar, senantiasa terjaga untuk selalu ingat padaNya.

3. Tegar dalam maksiyat.
Jika kita berada dalam tempat yang penuh dengan maksiat dan kita tak bisa keluar darinya. Bertahanlah. meleburlah, tapi jangan membaur. Bisa jadi kita dikirim ke tempat itu untuk menjadi penerang.

4. Akal yang jernih.
Berfikir tanggap itu bagus, namun hati-hati, kadang ketergesa-gesaan tidak menggunakan akal yang jernih. Fikirkan sebelum bertindak.
Atas maraknya isu-isu negatif yang dengan mudahnya menyebar via media sosial, janganlah kita terburu-buru ikut2an menjustifikasi atas sesuatu.
Teliti sebelum bertindak. 

Lalu, gimana si ciri-ciri orang yang kalah terhadap hawa nafsunya?
1. Pelupa.
2. Was-was, khawatir berlebihan yang tidak menentu.
3. Bimbang dan ragu.

Nah, kalau kita punya sifat2 kaya 3 di atas, coba introspeksi diri, apakah benar, hawa nafsu telah menguasai diri?

wismajdf/19/9/2015